Rangkaian Kata

Teruslah bermimpi...

Senin, 28 April 2014

Mimpi, Sebuah Perjalanan



Ayuku (part 4)
Angin begitu semilir merebahkan bidadari kecil pak kyai dalam mimpi tak bertepi, siang itu begitu sejuk hingga tak seorangpun kecuali mereka yang bergulat dengan kesibukannya untuk lelap. Seolah Allah memeluk Ara, dia terlelap begitu nyenyak di rumah tercintanya. Sementara Rirrin masih saja berkerumun dengan buku-buku untuk masa depannya. Kala itu Rirrin memang sedang berkonsentrasi dengan ujian seleksi masuk universitas dirumah Ara. Menjadi dokter memang impian Rirrin semenjak kecil, di karuniai kecerdasan dan materi yang mendukung seolah Allah benar-benar sayang padanya, jalan menuju citanya mulus tanpa kekeruhan. Begitu pula Putri pak kyai yang termotivasi menjadi dokter karena Almarhumah ibunya. Tekadnya menjadi tangan tuhan sebagai penolong ibu-ibu lain menjadi motivasi khusus dalam hatinya. 
 
Kereta kaligung ekonomi masih melaju, melintasi laut jawa nan biru luas membentang, hutan hijau yang seperti belum terjamah, pohon-pohon yang menghadap satu arah, mengingatkan kebesaran sang pencipta. Ia tau tuhan slalu hidup dalam hatinya, mendengar, melihat, maka bodohlah bagi orang yang tak pernah berdoa dan meminta, ucapnya dalam hati. Sesaat ia tertegun ketika kereta melintasi sebuah rumah yang mulai rapuh berpapan bertuliskan ”PANTI WREDHA BAKTI ASIH” sesaat ia pandangi nenek-nenek yang duduk di teras depan di popoh seorang pria bersama seorang anak kecil yang mungkin anaknya. Ia pun berpikir, dimana putra-putri yang ia besarkan? Kenapa ia ditinggal disana? Sebait kata pun terucap di hatinya..
Mereka lupa siapa yang membesarkan. .
Mereka lupa betapa sayangnya beliau padanya. .
Mereka lupa beliau selalu memanjakannya dulu. .
Mereka lupa  di hati kecilnya, beliau menginginkan bakti mereka. .
Durhaka kah mereka?
Wredha. .
Jadi persinggahan terakhirnya sebelum usianya berakhir !
Kereta pun terus melakukan tugasnya, melaju mengantar satria menuju kota pengharapan masa depannya, Semarang. Beberapa menit berselang ia pun tiba di Stasiun Semarang-Poncol. Stasiun kedua dikota atlas itu penuh sesak penumpang dengan tujuannya masing-masing, satria pun bergegas mengambil catatan alamat kakak kelasnya Bustanul Arifin yang kuliah di UNNES, sebelumnya memang satria meminta tolong pada kakak angkatannya itu untuk menginap di kostnya. Ia ikuti petunjuk dalam kertas itu tanpa banyak pikir berharap langkahnya dituntun sang Maha Mengetahui.
          Mimpinya begitu indah kala ia bayangkan semuanya nyata setelah ujian, sekolah gratis dibiayai negara, setelah lulus pun tak perlu mencari pekerjaan karena ia akan bekerja di instansi pemerintah, ya masa depannya memang akan dipertaruhkan besok. Ujian STAN di kampus UNNES. Ia pun tiba di kampus UNNES kelurahan Sekaran, sesuai petunjuk ia berhenti di gang nangka. Ia susuri gang sampai berhenti di sebuah masjid di ujung gang, masjid AlMutaqin namanya ia pun tau tepat sebelah kirinya adalah kost tempat ia akan menginap ”ya itulah kost mas Arif”, ucapnya. Ia pun shalat dzuhur terlebih dahulu.
 Dering HP satria membangunkannya dari tidurnya siang itu, perjalanan itu memang begitu melelahkan baginya. Setibanya di kost arif ia berbincang sebentar dan langsung terlelap ketika dipersilahkan istirahat lelaki berbadan subur, arif. Satria pun membuka HPnya dan tersenyum, membaca sejenak dan bergumam.. ”hmm, ayuku..” .
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar