Ayuku (part 4)
Angin
begitu semilir merebahkan bidadari kecil pak kyai dalam mimpi tak bertepi,
siang itu begitu sejuk hingga tak seorangpun kecuali mereka yang bergulat
dengan kesibukannya untuk lelap. Seolah Allah memeluk Ara, dia terlelap begitu
nyenyak di rumah tercintanya. Sementara Rirrin masih saja berkerumun dengan
buku-buku untuk masa depannya. Kala itu Rirrin memang sedang berkonsentrasi dengan
ujian seleksi masuk universitas dirumah Ara. Menjadi dokter memang impian
Rirrin semenjak kecil, di karuniai kecerdasan dan materi yang mendukung seolah
Allah benar-benar sayang padanya, jalan menuju citanya mulus tanpa kekeruhan.
Begitu pula Putri pak kyai yang termotivasi menjadi dokter karena Almarhumah
ibunya. Tekadnya menjadi tangan tuhan sebagai penolong ibu-ibu lain menjadi
motivasi khusus dalam hatinya.
Kereta
kaligung ekonomi masih melaju, melintasi laut jawa nan biru luas membentang,
hutan hijau yang seperti belum terjamah, pohon-pohon yang menghadap satu arah,
mengingatkan kebesaran sang pencipta. Ia tau tuhan slalu hidup dalam hatinya,
mendengar, melihat, maka bodohlah bagi orang yang tak pernah berdoa dan
meminta, ucapnya dalam hati. Sesaat ia tertegun ketika kereta melintasi sebuah
rumah yang mulai rapuh berpapan bertuliskan ”PANTI WREDHA BAKTI ASIH” sesaat ia
pandangi nenek-nenek yang duduk di teras depan di popoh seorang pria bersama
seorang anak kecil yang mungkin anaknya. Ia pun berpikir, dimana putra-putri
yang ia besarkan? Kenapa ia ditinggal disana? Sebait kata pun terucap di
hatinya..
Mereka lupa siapa yang
membesarkan. .
Mereka lupa betapa sayangnya
beliau padanya. .
Mereka lupa beliau selalu
memanjakannya dulu. .
Mereka lupa di hati kecilnya, beliau menginginkan bakti
mereka. .
Durhaka kah mereka?
Wredha. .
Jadi persinggahan terakhirnya
sebelum usianya berakhir !
Kereta pun terus melakukan tugasnya, melaju mengantar
satria menuju kota pengharapan masa depannya, Semarang. Beberapa menit
berselang ia pun tiba di Stasiun Semarang-Poncol. Stasiun kedua dikota atlas
itu penuh sesak penumpang dengan tujuannya masing-masing, satria pun bergegas
mengambil catatan alamat kakak kelasnya Bustanul Arifin yang kuliah di UNNES,
sebelumnya memang satria meminta tolong pada kakak angkatannya itu untuk
menginap di kostnya. Ia ikuti petunjuk dalam kertas itu tanpa banyak pikir
berharap langkahnya dituntun sang Maha Mengetahui.
Mimpinya
begitu indah kala ia bayangkan semuanya nyata setelah ujian, sekolah gratis
dibiayai negara, setelah lulus pun tak perlu mencari pekerjaan karena ia akan
bekerja di instansi pemerintah, ya masa depannya memang akan dipertaruhkan besok.
Ujian STAN di kampus UNNES. Ia pun tiba di kampus UNNES kelurahan Sekaran,
sesuai petunjuk ia berhenti di gang nangka. Ia susuri gang sampai berhenti di
sebuah masjid di ujung gang, masjid AlMutaqin namanya ia pun tau tepat sebelah
kirinya adalah kost tempat ia akan menginap ”ya itulah kost mas Arif”, ucapnya.
Ia pun shalat dzuhur terlebih dahulu.
Dering
HP satria membangunkannya dari tidurnya siang itu, perjalanan itu memang begitu
melelahkan baginya. Setibanya di kost arif ia berbincang sebentar dan langsung
terlelap ketika dipersilahkan istirahat lelaki berbadan subur, arif. Satria pun membuka HPnya dan
tersenyum, membaca sejenak dan bergumam.. ”hmm, ayuku..” .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar